“Raised bed”, awalnya saya pikir hanya terkait seni saja dalam bercocok tanam ala moderen, terutama untuk skala rumah tangga. Akan tetapi, setelah saya coba praktikkan, dan melihat sendiri hasilnya, saya mengerti mengapa model ini direkomendasikan.

Pada dasarnya “raised bed” mengadopsi konsep pembuatan bedengan dalam pertanian konvensional. Bedanya, bedengan berbentuk tanah yang ditinggikan dengan cara pencangkulan, sedangkan “raised bed” menggunakan wadah atau media penghalang di sisi-sisinya. Bahan baku untuk wadah bisa berupa kayu, asbes, batu, potongan pohon tua, dll. Media tanam dimasukkan seperti halnya kita menanam di dalam pot. Namun berbeda dengan pot, “raised bed” biasanya tidak tertutup bagian bawahnya. Jadi, media tanam masih terhubung dengan alas di bawahnya. Alasnya sendiri bisa berupa rumput, pasir, kerikil, tanah, atau bahkan semen. Itu berarti, di pekarangan tanpa tanah sekalipun, “reised bed” bisa digunakan. Kelebihan penanaman dengan “raised bed” di antaranya:

1. Campuran media tanam bisa dikondisikan seideal mungkin, dengan perbandingan tanah:pupuk:penggembur (sekam, misalnya) antara 1:1:1

2. Jika menanam di musim kemarau, penyiraman tidak terlalu boros air, karena air terisolasi di dalam “raised bed”.

3. Jika menanam di musim hujan, pupuk juga menjadi lebih efektif dalam memberi makanan kepada tanaman inti, karena tidak limpas ke luar area tanam.

4. Biasanya lebih minim gulma, karena sejak tahap pencampuran media tanam bisa dilakukan seselektif mungkin, dalam arti, tanah yang kita gunakan sudah dibersihkan dari gulma.

5. Dibandingkan dengan penanaman di dalam pot, yang volume medianya relatif sedikit, dengan “raised bed” kondisi media tanam hampir menyerupai area tanam bebas (di tanah), sehingga tanaman akan tumbuh optimal.

Saya sudah mencoba menanam kol di dalam “raised bed” kayu dan hasilnya cukup mengejutkan. Saya bisa panen kol di pekarangan walau jumnlahnya tidak terlalu banyak. Dulu sempat menanam kol juga di polybag dan tanah, namun yang terjadi, kol hanya subur pada saat fase berdaun namun ketika memasuki fase pembentuk
an krop, kol di polybag tidak tumbuh optimal karena kandungan hara mungkin minim, dan yang dipindahkan ke tanah berakhir dengan busuk karena curah hujan tinggi dan juga hancur karena serangan ulat grayak. Namun setelah memakai “raised bed”, alhamdulillah hasilnya berbeda.


Kol di “raised bed” bisa dilihat di dalam foto di bawah ini. Tapi mengingat hujan sedang intensif, kol dipanen lebih awal meski belum padat benar. Bisa dipahami, begitulah juga mungkin para petani sungguhan sering mengambil pilihan ini saat menjumpai kondisi yang sama. Alasannya sederhana: daripada tidak terpanen sama sekali, karena ancaman busuk dan hama menghampiri.
Bravo buat para petani. Tanpa patah arang, di musim berikutnya mereka enggak kapok, tetep aja menanam lagi. Perputaran bahan pangan kemudian terjadi di pasar-pasar, hingga kita-kita yang bukan petani pun mendapatkan pasokan makanan tanpa harus lelah mencangkul dan memikul. Petani mungkin memang “pahlawan” tanpa medali untuk tegaknya sendi-sendi kita. Terima kasih bagi mereka. Jangan suka nawar kalau beli hasil panenen mereka, ya. ^_^